MuslimPop | Kapitalisme mengukur kebahagiaan dengan standardisasi materi. Banyak yang merasa kekurangan, walaupun hidupnya sudah berkecukupan. Hidup sederhana sepertinya menjadi barang langka.
Perilaku hura-hura dan konsumtif hedonis menjadi budaya. Keinginan hidup mewah bukan hanya di kalangan berada, tetapi ironisnya melanda kalangan kurang mampu. Kemewahan bukan lagi sekadar pamer materi, namun manipulasi keinginan sehingga menjadi keharusan demi kepuasan. Akibatnya, tindak korupsi dan kriminalitas merajalela.
Keadaan ini sudah demikian parah dan membahayakan. Oleh karena itu, kita harus mulai dari sekarang gerakan hidup sederhana.
Pentingnya Kita Hidup Sederhana
Perilaku hidup sederhana bertentangan dengan pola hidup konsumerisme, yang memandang kebahagiaan individu hanya dapat dicapai dengan mengonsumsi, membeli dan memiliki apapun yang diinginkan meskipun melebihi batas kebutuhan dasar.
Islam mengajarkan agar kita membelanjakan harta tidak secara berlebih-lebihan dan tidak pula kikir (QS Al-Furqaan 25: 67). Islam mengecam orang yang menumpuk harta dengan memasukannya ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Mereka yang suka menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah:34).
“Orang yang mencapai kejayaannya ialah orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana.” (HR. Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).
Setiap muslim harus waspada terhadap apa yang dimilikinya. Janganlah sesuatu yang diharamkan Allah, tidak berlebih-lebihan, tidak boros dan bermain-main dengan harta. Jika dia mempunyai harta yang banyak dan rezekinya lapang, lebih baik memberi sedekah kepada fakir miskin.
Nabi Teladan Hidup Sederhana
Selama hidupnya Nabi penuh kesederhanaan, baik dalam sikap perilakunya maupun apa yang dimilikinya: sandang, pangan, papan dan segala kebutuhan pokok. Termasuk dalam membelanjakan uang negara. Keempat khalifah setelah beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.
Nabi hidup sederhana bukan karena miskin. Nabi sebagai seorang kepala negara bisa hidup mewah, kalau mau. Faktanya Nabi SAW sanggup memberikan kambing sebanyak satu bukit kepada seorang kepala suku yang baru masuk Islam, Malik bin Auf. Dengan kesederhanaan keluarga Nabi, Beliau bisa mengoptimalkan hartanya untuk kesejahteraan rakyatnya, kepentingan dakwah dan jihad fi sabilillah.
Nabi menolak tempat tidur yang empuk. Bantal Nabi terbuat dari kumpulan sabut kelapa. Tikar yang beliau gunakan untuk tidur meninggalkan bekas dipunggungnya. Saat meninggal dunia, beliau dalam keadaan berbaring di tempat tidur dengan menggunakan selimut kasar dan pakaian yang sangat sederhana.
Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah dan minumlah, berpakaian, dan bersedekahlah, tanpa berlebihan dan tidak sombong.” (HR. Ahmad). Nabi makan hanya beberapa suap saja, asal cukup untuk menegakkan tulang rusuknya.
Rasulullah SAW diberi hadiah sejenis pakaian luar dari sutera. Beliau memakainya untuk mendirikan salat. Ketika selesai salat, beliau segera menanggalkannya dengan keras seperti tidak menyukainya, kemudian bersabda: “Tidak pantas pakaian ini untuk orang-orang yang bertakwa.” (HR Muslim).
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mengenakan pakaian sutera di dunia, maka ia tidak akan memakainya di akhirat” (HR Muslim). Dari Qatadah ia berkata: Kami bertanya kepada Anas bin Malik: “Pakaian apakah yang paling disukai dan dikagumi Rasulullah SAW?” Anas bin Malik RA menjawab: “Kain hibarah (pakaian bercorak terbuat dari kain katun).” (HR Muslim).
Ibn Sina pernah berkata, “Berkah dan Hikmah dari Allah tidak akan masuk ke dalam perut yang sudah penuh dengan makanan. Barang siapa sedikit makan dan minumnya, maka akan sedikit pula tidurnnya. Barang siapa sedikit tidurnya, maka akan terlihat jelas dan nyata berkah pada umur dan waktunya.”
Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian minum di bejana emas dan perak, janganlah kalian makan di piring emas dan perak, karena emas dan perak itu milik mereka (orang-orang kafir) di dunia dan milik kalian di akhirat.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasa’y dan Ibnu Majah).
Hikmah Hidup Sederhana
Kehidupan kita menjadi tenang dan harmonis, sebab berbelanja sesuai kemampuan. Orang yang sederhana, hidupnya tidak diburu oleh nafsu yang membinasakan, pikiran selalu kurang, dan berbagai ambisi yang membuat jiwa semakin kering.
Menghindari sikap hidup boros dan berlebih-lebihan, yang berakibat menimbulkan penyesalan, kerugian, lilitan hutang, harta terbuang-buang percuma dan tersalurkan kepada sesuatu yang tidak semestinya.
Kemewahan membuat seseorang hanya sibuk memikirkan diri sendiri, dan selalu merasa kurang. Hidup sederhana, membuat kita memiliki kelebihan harta untuk membantu fakir miskin (baik zakat, infak, sedekah dan hibah).
Kesederhanaan bisa menimbulkan empati dan merekatkan semua kelompok dalam masyarakat. Orang kaya yang sederhana, mudah membangun relasi dengan orang miskin. Pemimpin yang sederhana bisa berinteraksi dengan rakyatnya tanpa ada jurang pemisah, dan dicintai rakyatnya. Pemimpin yang hobi menumpuk harta akan dibenci dan ditumbangkan rakyatnya
Orang yang hidup sederhana, ketika kekurangan tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta agar dihormati. Ketika mempunyai harta lebih, tidak tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk harta, dan memanjakan diri dengan segala fasilitas serba luks.
Tips Hidup Sederhana
Tanamkan bahwa nilai kebahagiaan hidup adalah menggapai ridha Allah, dengan memperbanyak ketaatan kepada Allah SWT. Sumber kebahagiaan bukan materi. Bangun sikap qana’ah, yaitu merasa rela menerima segala pemberianNya dan selalu merasa cukup dengan apa yang ada.
Berbelanja barang yang dibutuhkan dan berdasarkan fungsinya. Bukan berdasarkan nafsu dan gengsi, serta tidak berlebihan, sehingga tidak habis waktu untuk merawat harta yang kita miliki. Waktu yang ada bisa lebih banyak digunakan untuk beribadah.
Meningkatkan iman dan memperbanyak amal saleh dengan niat ikhlas karena Allah semata. Sehingga visi dan misi hidup semakin jelas.
Meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit, sehingga kita selalu berusaha memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada sesama manusia. Hidup kita akan terasa panjang, indah, dan selalu penuh nilai.
Memperbanyak sedekah sebagai tanda syukur terhadap nikmat yang ada, dan sabar jika diberi kesempitan. Peduli terhadap penderitaan orang lain. Mengutamakan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan daripada dirinya sendiri.
Hidup sederhana harus ditanamkan sejak dini dalam lingkungan keluarga, agar perilaku dan pola pikir hidup sederhana betul-betul menjadi jalan hidup bagi seluruh anggota keluarga muslim.
Imam Al-Ghazali mengatakan, “Tidak boleh orangtua membiasakan anaknya hidup enak bergelimangan harta, memakai perhiasan dan alat-alat yang serba lux. Jika anak dibiasakan sejak dini dengan gaya hidup mewah, maka ia akan menghabiskan umurnya dalam kehidupan yang serba mewah itu. Akibatnya, ia akan jatuh ke dalam jurang kehancuran selama-lamanya”.