Muslim Pop | Khamr (خمر) atau minuman keras adalah sesuatu yang merujuk kepada minuman berbahan dasar anggur hasil fermentasi atau minuman yang sifatnya candu dan memabukkan. Hasil samping proses fermentasi menghasilkan alkohol.
Dalam syari’at Islam khamr merupakan minuman yang haram dikonsumsi dan dapat menimbulkan dosa besar.
Namun, apakah perbedaan antara alkohol yang berasal dari khamr dengan non-khamr?
Saat ini, sebagian masyarakat awam yang mengenal alkohol mungkin akan rancu dengan minuman beralkohol (khamr) sebagai cairan yang jika diminum dapat memabukkan.
Sedangkan kalangan pelaku industri mengenal alkohol sebagai etanol yang banyak digunakan sebagai zat pelarut, desinfektan atau bahan penolong dalam sebuah proses produksi, baik dalam proses pembuatan makanan, obat-obatan, hingga kosmetika. Syaratnya, etanol tidak boleh membahayakan masyarakat secara kesehatan.
Secara kimiawi, alkohol adalah senyawa dengan karakteristik gugus hidroksil (R-OH) dan merupakan salah satu nama kelompok senyawa organik. Etanol adalah salah satu senyawa dalam keluarga alkohol di samping senyawa lainnya, seperti metanol, propanol, butanol, dan sebagainya.
Hanya saja dalam kehidupan sehari-hari, umumnya alkohol yang sering dijumpai adalah etanol.
Hal ini karena hanya etanol yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pada minuman beralkohol, industri makanan dan minuman. Sementara itu, senyawa alkohol lain seperti metanol, dan butanol tidak dapat digunakan karena bersifat beracun.
Dilihat dari proses pembuatannya, etanol dapat berasal dari hasil sintesis kimiawi berbasis petrokimia ataupun hasil industri fermentasi.
Untuk konsumsi manusia, etanol hasil sintesis kimiawi tidak pernah digunakan karena adanya kemungkinan produksi senyawa samping yang beracun dan rasanya yang tidak sekompleks etanol fermentasi.
Sementara itu, etanol dari fermentasi biasanya melibatkan sumber karbohidrat (seperti gula, pati, ekstrak buah dll) yang direaksikan dengan mikroba dalam kondisi anaerobik, sehingga karbohidrat diubah menjadi etanol.
Apa beda etanol khamr dan non-khamr? Menurut Auditor Halal LPPOM, Linda Ayuningtiyas, S.TP., perbedannya terletak dari tujuan dari produksi etanol itu sendiri.
Apabila ditujukan untuk memproduksi minuman keras, maka tergolong khamr. Sementara itu, fermentasi yang tidak ditujukan untuk minuman keras maka tidak tergolong khamr.
Jika merujuk pada Fatwa Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol, produk makanan fermentasi yang mengandung alkohol hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak ada penambahan bahan haram dan najis.
“Makanan mengandung alkohol bisa disertifikasi halal asalkan sumbernya bukan berasal dari industri khamr atau industri minuman beralkohol. Proses produksi tidak boleh terkontaminasi bahan haram dan najis serta kandungan alkoholnya tidak membahayakan kesehatan. Dalam keseharian banyak dijumpai makanan mengandung alkohol, seperti tapai, gochujang, topokki, dan buah-buahan matang,” ujar Linda dikutip laman LOPOM MUI.
Pihaknya juga menegaskan penjelasan tersebut dengan beberapa contoh terkait dengan penggunaan produk fermentasi atau mengandung alkohol. Misalnya, sebuah masakan yang dicampurkan dengan produk khamr seperti angciu, mirin dan sake, hukumnya tetap haram.
Hal ini karena produk yang haram telah terkontaminasi dengan khamr. Hal ini berbeda dari shoyu yang memang dibuat untuk bahan masak.
Contoh lainnya, tapai halal dikonsumsi sekalipun telah melalui proses fermentasi dan mengandung hasil samping alkohol. Namun, apabila dengan sengaja memeras tapai untuk diminum airnya dan bermabuk-mabukan, maka hukumnya menjadi haram.
Sementara itu, minuman fermentasi (non-khamr) dibolehkan mengandung alkohol (residu etanol) dengan kadar kurang dari 0,5%.
“Untuk produk minuman fermentasi perlu dilakukan juga uji kandungan etanol untuk mendeteksi kadar alkohol dalam produk,” jelas Linda.
Selain dari proses fermentasi, etanol yang terkandung diminuman dapat juga berasal dari bawaan (carry over), seperti dari kandungan etanol yang digunakan untuk mengekstrak herbal.
Adapun minuman tanpa alkohol seperti bir nol persen dan wine zero alkohol tidak bisa disertifikasi halal dengan alasan berbeda. Hal ini Fatwa MUI No. 44 tahun 2020 melarang penggunaan nama produk yang mirip dengan produk haram.
Apalagi jika produk memiliki aspek sensori seperti rasa dan aroma yang mirip dengan produk haram sesungguhnya. Bisa saja, produk tersebut mengganti nama dan menggunakan bahan halal sehingga dapat disertifikasi halal BPJPH.
Bagi sebagian orang, perkara terkait khamr ini masih menjadi hal yang sulit diidentifikasi. Untuk memudahkan masyarakat dalam memilih produk halal BPJPH, LPPOM menyediakan platform Cek Produk Halal di website www.halalmui.org dan aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore.
LPPOM juga selalu terbuka bagi seluruh pelaku usaha di berbagai kategori produk yang ingin melakukan sertifikasi halal produknya dengan cepat dan mudah.
Untuk memudahkan pelaku usaha, LPPOM juga memiliki layanan pengujian produk, termasuk cek kandungan alkohol/etanol pada minuman, yang sudah terakreditasi ISO/IEC 17025:2017 oleh KAN dengan harga terjangkau.