27.3 C
Jakarta
Kam 21 November 2024
BerandaCeramahKeutamaan Memaafkan

Keutamaan Memaafkan

Kamis, November 21, 2024

MuslimPop | Memaafkan adalah sifat terpuji dan bagian dari akhlak mulia yang telah diperintahkan oleh Allah Shubhanahu wa Ta’alla kepada para nabi serta hamba -Nya. Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling pemaaf dan berlapang dada.

Sifat pemaaf ini juga merupakan salah satu sifat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam

Allah ta’ala berfirman: الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”(QS. Ali Imran: 134).

Dalam kitab Makarimul Akhlak, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan bahwa di antara bentuk bermuamalah dengan akhlak mulia kepada orang lain adalah jika anda dizalimi atau diperlakukan dengan buruk oleh seseorang, maka anda memaafkannya.

Karena Allah ta’ala telah memuji orang-orang yang suka memaafkan orang lain” Allah ta’ala juga berfirman: وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى “Dan jika kamu memaafkan itu lebih dekat kepada takwa”(QS. al-Baqarah: 237).

Dan membalas kezaliman dengan pemaafan itu merupakan bentuk membalas dengan kebaikan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya: وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Balaslah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia”(QS. Fushilat: 34).
Orang yang memaafkan juga dianggap melakukan sedekah. Dari Ubadah bin Shamitradhiallahu ‘anhu, Nabishallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: “Tidaklah seseorang yang badannya dilukai oleh orang lain, kemudian ia bersedekah dengan memaafkannya (tidak menuntut diyat), kecuali Allah akan hapuskan dosanya sebanding dengan pemaafan yang yang ia sedekahkan”(HR. Ahmad).

Oleh karena itu, sifat suka memaafkan adalah sifat yang seharusnya menjadi tabiat seseorang dan sifat yang seharusnya dipaksakan oleh seseorang kepada dirinya ketika ia dizalimi.

Para ulama mengatakan bahwa memaafkan itu hukumnya tidak wajib. Seorang yang dizalimi boleh saja tidak memaafkan orang menzaliminya.

Allah ta’ala berfirman: وَٱلَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ ٱلْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ . وَجَزَاء سَيّئَةٍ سَيّئَةٌ مّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى ٱللَّهِ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ “Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”(QS. asy-Syura: 39-40).

Ibnu Katsir rahimahullah dalam Tafsirnya menjelaskan, disyariatkan untuk berbuat adil, yaitu qishash. Dan disunnahkan berbuat fadhl(utama) yaitu memaafkan.”

Dari Abdullah bin Mas’udradhiyallahu ‘anhu, Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Maafkanlah ketergelinciran (kesalahan) orang-orang yang baik”(HR. Ibnu Hibban).

Dari penjelasan di atas, ulama menyimpulkan bahwa keutamaan atau manfaat memaafkan adalah

1) Memaafkan itu lebih utama dan merupakan akhlak mulia.

2). Memaafkan itu tidak wajib, namun mustahab (dianjurkan). Bahkan sangat dianjurkan karena termasuk sunah Rasulullah.

3). Lebih utama memaafkan orang yang tergelincir atau melakukan kesalahan terhadap kita.

“Dan Allah Yang Lebih Tahu (Maha Tahu) dan Bish Shawabi (بالـصـواب) yang berarti “Kebenaran hakikinya”.