27.5 C
Jakarta
13 Maret 2025
BerandaBeritaPresiden Prabowo Agar Prioritaskan Makan Bergizi Gratis untuk Keluarga Miskin di Wilayah...

Presiden Prabowo Agar Prioritaskan Makan Bergizi Gratis untuk Keluarga Miskin di Wilayah 3 T

Kamis, Maret 13, 2025

Muslim Pop | Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak perlu diberikan kepada semua anak-anak. Ekonom menilai program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini yakni makan bergizi gratis berpotensi tidak tepat sasaran apabila diberikan kepada seluruh anak di Tanah Air.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengatakan, pemerintah tidak perlu memberikan makan bergizi gratis ini kepada seluruh anak di Indonesia.

Sebab, dalam studi yang dilakukan oleh Celios, apabila makan bergizi gratis ini diberikan kepada seluruh anak di Indonesia setidaknya ada anggaran negara sebanyak Rp50,72 triliun yang akan dinikmati oleh anak-anak dari keluarga mampu, bahkan anak-anak orang kaya.

“Ada total Rp50 triliun (anggaran) MBG itu, yang justru malah dinikmati oleh anak-anak dari keluarga kaya. Sekarang kondisinya begini, masyarakat kaya juga bilang di studi Celios bahwa mereka tidak perlu MBG, mereka lebih memilih MBG disalurkan ke masyarakat yang lebih membutuhkan. Karena orang kaya ini memahami bahwa ini bukan untuk mereka. Bahkan, ketika anaknya tetap dipaksakan diberikan MBG di sekolah, akhirnya apa yang terjadi? Anak itu bawa makanannya ke rumah terus dikasih ke pembantunya. Artinya ada subsidi yang tidak tepat sasaran dengan skema MBG yang dilakukan oleh pemerintah,” kata Media Wahyudi Askar dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (10/2/2025) seperti dilansir media PajakOnline.

Celios menyebutkan, dalam analisis studinya, pemerintah memiliki dua opsi dalam menjalankan program MBG. Opsi pertama adalah memangkas anggaran negara dan mengalokasikannya secara penuh hanya untuk program MBG yang jumlahnya mencapai Rp400 triliun.

Apabila opsi pertama ini dilakukan, maka negara akan kehilangan kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan bahkan layanan publik.

“Belakangan muncul opsi B, yaitu Rp100 triliun untuk MBG dan sisanya untuk program lainnya. Dan dua opsi ini yang direncanakan oleh pemerintah. Tapi kedua opsi ini menurut kami problematik,” jelasnya.

Celios menyarankan pemerintah untuk menjalankan program MBG dengan skema berorientasi target, yakni memfokuskan program pemberian makan gratis ini kepada anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu seperti keluarga yang tinggal di daerah yang tergolong dalam daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3 T). Tertinggal berarti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, dimana masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Mereka memiliki penghasilan kurang dari Rp2 juta per bulan bahkan ada yang lebih rendah dari Rp1 juta per bulan penghasilannya, serta balita dan ibu hamil dan menyusui yang membutuhkan nutrisi tambahan.

“Ketika ini dilakukan lebih tepat sasaran, ternyata jumlahnya sekitar Rp117 triliun. Artinya, ada potensi mistargeting yang luar biasa massif apabila MBG dilakukan untuk semua anak dan kalau kita menyalurkannya lebih tepat sasaran kita punya ruang fiskal yang lebih besar akibat pemangkasan
anggaran,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama peneliti Celios Bakhrul Fikri mengatakan, pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh Prabowo Subianto lewat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025 menargetkan penghematan anggaran negara Rp306,7 triliun yang salah satunya akan digunakan untuk membiayai program MBG.

Bakhrul mengingatkan kepada pemerintah untuk menggunakan penghematan anggaran ini dengan bijaksana, karena jika tidak berpotensi menimbulkan bencana fiskal baru bagi Indonesia.

Menurutnya, jika pemerintah menjalankan program MBG dengan skema berorientasi target yang tepat sasaran tadi maka justru pemerintah hanya butuh tambahan anggaran tidak sampai Rp100 triliun.

“Jika betul-betul pemerintah ingin melakukan program MBG agar lebih tepat sasaran, karena aware juga soal fiskal kita hari ini, maka sebetulnya pemerintah hanya butuh tambahan alokasi MBG untuk skema targeted approach itu Rp46,93 triliun yang ini terdiri dari beberapa target, ada jumlah anak, biaya harian, biaya tahunan. Sekaligus biaya operasional,” katanya.

Dengan begitu, ada sisa anggaran sebesar Rp259,76 triliun dari target penghematan anggaran pemerintah Rp306,7 triliun yang bisa digeser untuk membiayai program perlindungan sosial lainnya yang tidak kalah penting, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang selama ini diketahui
tepat sasaran.

Selain itu, penghematan anggaran yang masih ada juga bisa digunakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang saat ini sedang melemah.

“Bantuan Subsidi Upah (BSU) bisa digelontorkan lagi untuk menolong angkatan kerja yang kena PHK akhir-akhir ini,” katanya.

Snowball Effect

Sementara itu, Ketua Tax Payer Community Abdul Koni meminta Presiden Prabowo melakukan penghematan anggaran dengan hati-hati agar dampaknya tidak kontraproduktif.

“Penghematan atau efisiensi anggaran jangan sampai memunculkan masalah baru seperti terjadinya PHK (pemutusan hubungan kerja) dan hambatan akselerasi ekonomi akibat snowball effect (efek bola salju) yang terjadi di K/L (kementerian/lembaga pemerintah) ke sektor-sektor swasta berkaitan lainnya seperti rekanan pemerintah,” kata Koni.

Tax Payer Community, mendukung penuh program Makan Bergizi Gratis karena bertujuan mulia untuk next generation yang cerdas dan unggul. “Bukan karena MBG program bagusnya Pak Prabowo, tetapi Makan Bergizi Gratis ini adalah Perintah Pancasila untuk Keadilan Sosial. Namun, adil di sini adalah pemerataan. MBG sebaiknya tepat sasaran dan memiliki prioritas target anak-anak kalangan miskin terutama yang berada di wilayah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar),” pungkas Koni.

spot_img